Selasa, 04 Juni 2013

KHULAFAUR RASYIDIN

BAB I
PENDAHULUAN
1.    Pendahuluan
Pendidikan Islam merupakan suata hal yang paling pokok yang harus di penuhi oleh setiap ummat manusia baik individu atau golongan, bahkan negara, karena dengan pendi-dikan  seseorang bisa lebih maju, dan suatu golongan bisa dikatakan sebagai golongan yang berkualitas, dan dengan pendidikan suatu negara akan terlihat dominan di mata dunia. Terselenggaranya pendidikan secara baik akan membawa perubahan yang maju. Al-Quran dan Hadits merupakan sumber utama dalam pendidikan Islam khususnya pendidikan agama yang di harapkan dapat memberikan petunjuk dan membimbing manusia kejalan yang lurus sesuai dengan fitrahnya. Untuk itu pendidikan sangat di butuhkan oleh setiap  manusia.
     Pendidikan Islam mulai dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah, langkah awal yang dilakukan oleh Nabi adalah menyeru keluarganya, sahabat-sahabanya, tetangga dan masyarakat luas. Pada masa Nabi, Negara Islam meliputi seluruh jazirah Arab dan pendidikan Islam berpusat di Madinah, setelah Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam dipegang oleh Khulafaurrasyidin dan wilayah Islam telah meluas di luar jazirah Arab. Para khalifah ini memusatkan perhatiannya kepada pendidikan, syiarnya agama dan kokohnya Negara Islam. Untuk itulah pada Makalah ini kami akan membahas Sejarah Pendidikan Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw  yang dilanjutkan oleh  Khulafa’ Al-Rasyidin atau sahabat-sahabat Nabi, dengan berbagi masalah yang dihadapinya dalam mengembangkan Pendidikan Agama Islam.
2.    Rumusan Masalah
a. Siapakah Khulafa’ Al-Rasyidin?
b. Bagaimanakah para Khulafa’ Al Rasyidin mengembangkan Pendidikan Agama Islam itu?
c. Bagaimanakah Pola-Pola Pendidikan Agama Islam dalam Priode Khulafa’ Al Rasyidin?
3.    Tujuan
    Untuk mengetahui siapa Khulafa’ Al Rasyidin dan bagaimana Para Khulafa’ Al Rasyidin menegembangkan Pendidikan Agama Islam  dengan berbagai masalah yang timbul dikalangan masyarakat, dan pola-pola apa saja yang dilakukan mereka dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Khulafa’ Al-Rasyidin
    Khulafa’ Al-Rasyidin berasal dari kata Khulafa’ dan Al-Rasyidin, jamak dari Khulafa’ adalah Khilafah yang artinya pengganti atau sering disebut pemimpin. Sedangkan Al-Rasyidin artinya mendapat petunjuk atau dalam bahasa Indonesia benar, pintar atau lurus.
    Jadi Khulafa’ Al-Rasyidin menurut bahasa adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin atau penguasa yang mendapat petunjuk dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah adalah pemimpin Ummat Islam dan kepala negara yang telah mendapat petunjuk dari Allah SWT. Untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam mengembangkan ajaran Islam dan pendidikan Agama islam. 
    Dalam bahasa arab Khulafa’ Al-Rasyidin adalah empat orang Khalifah pertama agama Islam yang dipercayai oleh ummat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad SAW setelah Nabi wafat yang dipilih melalui konsensus bersama ummat Islam bukan berdasarkan keturunannya.
    Tugas Khulafa’ Al-Rasyidin ini berbeda dengan tugas Rasulullah SAW. Tugas Rasulullah ada dua hal yaitu tugas Kenabian dan tugas kenegaraan sedangkan tugas Khulafa’ Al-Rasyidin hanya menggantikan tugas sebagai kepala negara, pemerintahan dan pemimpin Ummat.
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat timbullah masalah-masalah baru yang tidak dijumpai dalam Al Qur’an atau sunnah Rasul, kemudian mereka berijtihad sehingga memperoleh jawaban yang paling benar dengan bertawakkal kepada Allah dan mengharap keridhoan-Nya, dan para mujtahid yang berijtihad tidak lepas dari idealisme Islam terutama masalah pendidikan yang merupakan warisan ajaran Islam kepada generasi penerusnya.
Pusat pendidikan pada masa Khulafa’Al-Rasyidin ini tidak hanya di Madinah tetapi  sudah menyebar dikota Mekkah, Basrah, Irak, Kufah, Palestina/Syam, Fistat/Mesir.  Dan adapun keempat Khulafa’ Al-Rasyidin tersebut adalah:
 A. Masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq (632 H-634 M)
Abu Bakar lahir setelah dua tahun penyerangan ka’bah di Mekkah oleh raja Abrahah, sebelum masuk Islam namanya Abdul Ka’bah, setelah masuk Islam diganti oleh Rasulullah menjadi Abdullah dan orang-orang menyebutnya Abu Bakar karena baru masuk Islam.
Dalam pemerintahan Abu Bakar ini setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin Islam ia harus mengajarkan pendidikan Agama Islam kepada generasi penerus, namun pada saat ini Abu Bakar tidak hanya fokus kepada pendidikan saja, karena setelah Nabi wafat banyak sekali orang-orang yang tidak mau melaksanakan seperti apa yang telah disuruh oleh Rasulullah SAW. yaitu orang-orang yang enggan membayar zakat, orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi, karena mereka mengganggap setelah wafatnya Nabi mereka tidak lagi mempunyai kewajiban untuk melaksanakan ajaran Agama Islam.
Dalam hal seperti ini khalifah Abu Bakar telah mengajarkan bagaimana memerangi orang-orang tersebut, pertama yaitu ajak mereka berbicara baik-baik melalui mengirimi mereka surat, setelah itu jika mereka tetap membangkang baru buat dengan kekerasan seperti yang dilakukan khalifah Abu Bakar sehingga pemberontak tersebut berhasil ditumpaskan.
Dalam menghadapi kaum pemberontak ini, di Yammah banyak sekali sahabat-sahabat rasul yang mati, maka pada saat ini Umar bin Khattab menyarankan  kepada khalifah Abu Bakar untuk membukukan Al Qur’an karena dikhawatirkan ada nantinya perselisihan diantara ummat Islam tentang Al Qur’an, kemudian Abu Bakar menugaskan Zaid ibnu Tzabit untuk membukukan Al Qur’an, dengan demikian terpeliharalah keaslian Al Qur’an dan pendidikan Islam  dari kerusakan, karena Al Qur’an adalah materi dasar dari pendidikan.
Pada bulan Mei dan Juni pada tahun 633 M, Abu Bakar membuka ekspedisi da’wah dan pendidikan agama Islam tentang sifat toleransi karena sifat toleransi ajaran Islam jelas digambarkan dalam Al Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.yang ditunjukkan Abu Bakar terutama kepada mereka yang baru masuk Islam dan yang baru keluar dari kemurtad-annya agar mereka tidak lagi mengulangi kemurtadanya.

Dalam pemerintahan Abu Bakar ini ia juga mengajarkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin melalui sifat-sifatnya yaitu lemah lembut, berpendirian teguh, penyantun, baik dan bertanggung jawab, dan pada masa ini kegiatan mengajarkan Hadits sudah lebih meningkat karena hadits sangat dibutuhkan untuk kepentingan dasar penafsiran Al Qur’an dalam usaha memperoleh suatu ketetapan hukum, dan dari sinilah ilmu Hadits mulai berkembang dengan cabang-cabangnya.
 Mata pelajaran yang diberikan kepada murid tidak berbeda dengan mata pelajaran zaman Nabi, tempat mengajar pun masih diutamakan di masjid-masjid duduk berhalaqah, dan guru-gurunya terdiri dari sahabat-sahabat Rasul dan dari merekalah ummat Islam menimba ilmuan dan agama.  Materi pelajaran yang diberikan terdiri dari :
1) Pendidikan keimanan atau Tauhid  yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
2) Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun bertetangga, bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya .
3)  Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji .
4) Kesehatan, seperti kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan pendidikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
5)  Pelajaran membaca dan menulis  sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.
6) Pelajaran bahasa asing untuk memenuhi kebutuhan komunikasi dengan penduduk yang tidak berbahasa arab akibat dari perluasan wilayah Islam keluar jazirah arab.
Menurut Ahmad Syalabi dan Asama Hasan Fahmi, lembaga untuk belajar membaca dan menulis bagi anak-anak ditempatkan di suatu tempat yang disebut Kuttab yang didirikan oleh orang arab pada saat pemerintahan Abu Bakar dan Umar.

Kuttab ini merupakan pendidikan yang di bentuk setelah masjid pada masa Rasulullah SAW, dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, Masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, tempat sholat berjamaah, membaca Al Quran dan lain-lain.
Dalam Masjid bagi tingkat menengah atau disebut sorong, metode pengajaran dila-kukan secara seorang demi seorang seperti dalam pesantren, dalam tingkat tinggi dilakukan secara halaqah yang dihadiri pelajar secara bersama-sama.
 Sedangkan Kuttab ini dijadikan untuk membaca Al Qur’an, membaca dan menulis dan pelajaran Agama, dan para gurunya dilarang membedakan anak-anak orang kaya dan anak-anak orang miskin dalam proses belajar dan ini artinya sistem pendidikan Islam dahulu sudah mengenal sistem demokrasi, dan Al Kuttab ini sangat berarti dalam pandangan Islam.

B. Masa Umar Bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
Umar bin Khattab lahir 13 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebelum masuk Islam ia adalah pemuda yang suka minum-minuman keras, dia masuk Islam karena mendengar seseorang membaca Al Qur’an yang ia menganggapnya seorang tersebut membaca syair.
Pengangkatan Umar bin Khattab menjadi khalifah adalah berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar.  Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab sebagai penggantinya dengan tujuan untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di kalangan kaum muslimin.
 Kebijaksanaan yang dibuat oleh abu bakar ini kemudia diterima oleh masyarakat, dan pada masa pemerintahan Umar inilah politik dalam keadaan stabil dan perluasan wilayah memperoleh hasil yang gemilang.  Umar menyebut dirinya sebagai Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).

Wilayah Islam pada masa Umar bin Khattab meliputi Iraq, Persia, Syam, Mesir Palestina, Syiria, dan Barqah yang telah memiliki kebudayaan dan peradaban lama tersendiri. Orang-orang banyak berdatangan ke Madinah untuk belajar Hadits langsung dari para sahabat  Rasul, karena pada masa ini khalifah Umar melarang para sahabat Rasul yang lebih dekat kepada Rasulullah keluar dari Madinah kecuali atas izinnya.Oleh karena itu penyebaran ilmu pengetahuan terpusatkan di Madinah.
Pada pemerintahan ini, khalifah Umar telah mengajarkan bagaimana pemerintahan dalam politik yaitu harus memiliki keberanian dan kecakapan dalam melakukan sesuatu seperti yang dilakukannya yaitu ia telah mengangkat panglima dan Gubernur dari sahabat rasul yang memiliki kemampuan masing-masing, dan ia menempatkan para ulama-ulama pada bidang kemampuanya masing-masing seperti Abdullah bin Umar sebagai pengumpul hadis, Zabit bin Tzabit yang ahli dalam Al Qur’an, Ibnu Mas’ud sebagai guru yang ahli dalam ahli tafsir dan fiqh, oleh karena itulah pendidikan  lebih maju pada masa ini.
    Dalam kepemimpinan Umar ini ia juga mengajari bagaimana pemimpin yang baik pada saat memutuskan suatu masalah, ia mengatakan dalam mengambil keputusan harus memberi izin kepada orang banyak dan suruh mereka untuk berkumpul disisimu baik orang yang terhormat, ahli Al Qur’an, ahli Taqwa, ahli agama dan masyarakat umum, dalam hal ini janganlah ikuti hawa nafsumu dan tepatilah empat perkara yaitu  :
1.    Jika engkau mendapat 2 orang yang sedang terlibat sengketa dalam masalah itu hendaklah engkau mendatangkan saksi yang adil dan berpeganglah kepadanya atau disebut sumpah pemutus.
2.    Berikan izin kepada orang yang lemah sehingga ia dapat mengatakan perkaranya dengan lancar dan hati yang merdeka.
3.    Jangan lupa perhatikan orang asing/merantau/kerja, karena bila ia lama ditahan ia akan ketinggalan pekerjaanya maka suruh dia kembali kepada keluarganya.
4.    Berambisilah mengadakan perdamaian selama belum jelas putusan peradilan.

Khalifah Usman juga mengajarkan bagaimana suatu pemerintahan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, dia mengatakan tidak ada gunanya membicarakan suatu keadilan tanpa ada pelaksanaanya dan samaratakanlah manusia, orang yang berkedudukan tinggi jangan sampai membuatmu menyeleweng dan orang yang berkedudukan rendah jangan sampai berputus asa karena keputusanmu, dan hindarkanlah dirimu dari marah. Pikiran yang kacau, bersikap keras dalam menghadapi mereka.
Umar juga mengajarkan kekuatan moral dalam perang  yang pertama taqwa kepada Allah swt, jangan sekali-kali berbuat maksiat kepada Allah SWT, dan jangan menganggap musuhmu lebih jelek, lemah daripada kamu.
Dalam pemerintahan Umar ini, Kuttab dijadikan sebagai tempat belajar anak-anak berenang, menunggang kuda, memanah, pepatah-pepatah atau peribahasa dan syair-syair yang baik, membaca dan belajar, dan menghafalkan Al Qur’an, sedangkan materi pendidikan tingkat menengah atau tinggi terdiri dari Al Qur’an dan Tafsirnya, Hadits dan mengum-pulkanya, fiqh dan ilmu-ilmu yang bersifat Duniawi yang ditempatkan di dalam masjid-masjid.
Pendidikan bahasa berkembang dengan sendirinya akibat dari perluasan agama Islam keluar jazirah arab, karena tentara-tentara muslim yang dikirim Umar tetap mempertahankan bahasa arabnya sehingga masyarakat yang disitu merasa bangga jika mereka mampu berbahasa arab dan mereka langsung masuk Islam dan langsung diberikan pendidikan agama, pengajaran bahasa arab dan akhlak, oleh karena itu pada masa ini sudah ada pelajaran bahasa arab.
Umar terus memberikan dorongan kepada ummat Islam agar giat menuntut ilmu karena kemajuan suatu bangsa hanya diperoleh dengan penguasaan ilmu. Jika manusia hidup dengan ilmunya maka luas lapangan hidup dan kehidupannya. 

Dalam pemerintahan Umar ini perkembangan Islam sangat meluas baik itu di Persia, Syiria  dan diluar jazirah arab lainnya, seiring dengan itu pendidikan Islam bagi orang-orang yang baru masuk Islam memerlukan sistem dan metode yang lebih baik yang mampu membersihkan sisa-sisa kekafirannya.
 Adapun sistem dan metode tersebut adalah guru duduk dihalaman mesjid sedangkan muridnya duduk melingkarinya, selain shabat-sahabat Umar pun ikut sebagai pendidik yang mengajar para murid dengan mengatakan memperjelas kesalahpahaman mereka tentang pemikiran yang mereka gunakan filsafat Yunani masalah ketuhanan, sedangkan dalam Islam mengatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah,  Rasulullah telah memberikan garis yang jelas bahwa Islam itu adalah akal. Lalu mengajari mereka membaca Al Qur’an dan menulis dan menghafalkan pokok-pokok ajaran Agama Islam.
Dengan demikian Umar mengambil pemikiran keduanya dalam berdakwah dengan tetap mempertahankan dasar dan landasan tetap tidak berubah.  Umar juga mengatakan kepada sahabat-sahabat yang lain agar membangun masjid sebagai pusat-pusat pendidikan disetiap pusat-pusat kota yang berhasil mereka taklukkan, dan adapun sumber gaji para pendidik diambil dari daerah yang berhasil ditaklukkan dan baitul mal, dan beliau juga menerapkan pendidikan di pasar-pasar.
 C. Masa Kholifah Utsman Bin Affan (23-35 H/644-656 M)
    Utsman bin Affan lahir setelah lima tahun dari Nabi Muhammad SAW. sebelum masuk Islam namanya Abu Amr. Utsman bin Affan masuk Islam karena dorongan dari Abu Bakar, Abu Bakar menerangkan kepadanya bahwa Nabi Muhammad telah menerima wahyu dari Allah SWT. Abu Bakar berkata kepada Utsman : “Muhammad adalah Rasulullah dan pemimpin ummat ke jalan yang benar. Saya telah mengimaninya dan menjadi seorang muslim. Utsman segera pergi ke rumah Rasulullah dan terjadi tanya jawab antar keduanya. Akhirnya ia pun masuk Islam.
 Utsman menikah dengan putri Rasul yang bernama Ruqayyah. Ruqoyyah meninggal pada saat ummat Islam Hijrah ke Madinah, kemudian ia menikah dengan putri rasul bernama Ummu Kalsum, oleh sebab itu ia mendapat gelar Dzun Nurain (yang memiliki dua cahaya).
Dalam pemerintahan Utsman ini ia difitnah oleh seorang pura-pura masuk Islam yang bernama Abdullah ibn Saba’, yang mengatakan pendapatnya dengan wasiat Nabi Muhammad SAW. bahwa Ali mempunyai Hak ilahi yaitu Allah telah menentukan Ali menjadi khalifah yang kemudian mengakibatkan tumbuhnya aliran atau partai Ali yang disebut Syiah. Jadi mereka menganggap bahwa Utsman telah merebut hak ali sebagai khalifah dengan cara kekerasan.
Akibat dari fitnah yang disebarkan Abdullah ibn Saba’ keluarga Utsman lah yang menghancurkanya sendiri, karena Utsman mengangkat keluarganya dalam jabatan yang paling tinggi sehingga orang beranggapan bahwa Utsman hanyalah sebagai simbol khalifah saja yang menjalankan pemerintahan adalah keluarganya, ia tidak bisa mengontrol keluarga-nya akibat sifatnya yang lemah lembut terutama kepada keluarganya, sehingga keluarganya menguasai seluruh hartanya dan harta pemerintahan.
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan yang telah ada, namun ada sedikit perbedaan, sahabat yang dekat dengan Rasulullah SAW diperbolehkan keluar dari Madinah. Sehingga para peserta didik lebih mudah dalam menuntut dan belajar ilmu, tapi dalam politik mengakibatkan kerugian karena akan menimbulkan sahabat-sahabat yang berada diluar jazirah arab akan mendapat kehormatan dan dimuliakan penduduk setempat yang akan menimbulkan fanatisme kepemimpinan.
Usaha yang dilakukan Ustman terhadap kegiatan pendidikan Islam tidak ada, karena ia mungkin menganggap bahwa usaha dan kegiatan pendidikan yang telah dilakukan sebelumnya sudah memadai memenuhi kebutuhan ummat, dan jika ummat itu kurang puas terhadap pendidikan agamanya pasti mereka akan memintanya dan ini terbukti ketika Hudzaifah Ibnul Yaman melaporkan bahwa ia melihat adanya perselisihan diantara ummat tentang Al Qur’an.
Kemudian Usman segera meminta mushaf yang telah dikumpulkan Abu Bakar sebelumnya yang disimpan oleh Hafsah istri Nabi. Kemudian meminta Zaid bin Tzabit untuk memimpin penyalinan mushaf tersebut. Adapun tim yang lainnya adalah Abdullah bin Zubair, Zaid bin As dan Abdurrahman bin Harits. Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialeg suku Quraisy, sebab Al Quran ini di turunkan menurut dialek mereka sesuai dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukanlah orang quraisy, sedangkan ketiganya adalah orang Quraisy.
Setelah itu Utsman memerintahkan agar ummat berpegang teguh kepada mushaf yang dikirimkanya dan mushaf-mushaf yang ada ditangan ummat yang tidak benar dibakar, dengan ini terhindarlah perselisihan diantara ummat dan terjagalah keaslian dari Al Qur’an itu sepanjang masa dan zaman, dan bagi hadits sampai saat ini belum ditulis penyampaianya masih diriwayatkan atau memberitahukan melalui lisan guru kepada muridnya.
Adapun pada saat ini tugas mendidik dan mengajar diserahkann kepada ummat itu sendiri, dan guru-guru tidak digaji dan murid-murid melaksanakan tugasnya hanya mengharapkan keridhoan Allah semata, dan adapun objek pendidikan pada masa itu adalah :
1.    Metode yang digunakan untuk orang dewasa atau orang tua yang baru masuk Islam adalah ceramah, hafalan dan latihan dengan mengemukakan contoh dan peragaan.
2.    Metode yang digunakan untuk anak-anak, baik orang tuanya yang telah lama memeluk agama Islam ataupun yang baru memeluk agama Islam diperlukan metode hafalan dan latihan.
3.    Metode yang digunakan bagi orang dewasa atau orang tua yang telah lama memeluk agama Islam digunakan metode ceramah juga diskusi, tanya jawab dan hafalan.
4.    Metode yang digunakan bagi orang yang menghususkan dirinya menuntut ilmu agama secara luas dan mendalam digunakan metode ceramah, hafalan, tanya jawab dan diskusi serta sedikit hafalan.
Mata pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan terdidik dengan fase pembinaan, fase pendidikan, dan fase pendidikan pelajaran dan tempat belajarnya masih di kuttab, masjid-masjid dan rumah-rumah para gurunya, dan bagi mereka khusus yang ingin menghususkan dirinya menuntut ilmu atau ingin memperdalam ilmunya diberikan kuliah-kuliah tafsir, hadits, fiqhi, Bahas arab, syair dan sebagainya, dan guru-guru mereka adalah para sahabat-sahabat Nabi.
Demikianlah pendidikan pada masa Khalifah Utsman bin Affan, masalah pendidikan lebih cenderung diserahkan kepada ummat dan berjalan seperti keadaan sebelumnya. 
D. Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib (35-40 H/656-661M)
Sebelum menjadi Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu Rasulullah Muhammad bin Abdullah. Ayah Ali adalah Abu Thalib. Ali bin Abi Thalib lahir pada tahun sebelum kenabian Nabi Muhammad SAW. dan tinggal bersama Nabi Muhammad SAW. sejak usianya berkisar 7 tahun. Ia tidak pernah menyembah berhala mulai dari kecil sampai kematianya.
Setelah wafatnya Utsman keadaan sangat kacau,  kemudian kaum pemuda umumnya memilih Ali untuk menggantikan Utsman, dan  mereka mendatangi Ali untuk membai’atnya. Tapi Ali tidak mau, beliau menginginkan dukungan para sahabat yang dahulu berjuang bersama Nabi. Kemudian para pemuda beramai-ramai memaksa Zubair dan Talhah untuk bersama-sama membaiat Ali, akhirnya Ali bersedia di bai’at menjadi kahlaifah yang ke empat.
Dalam pemerintahan Ali ini, ia tidak sempat memikirkan masalah pendidikan sehingga pendidikan masih berjalan seperti apa yang ada sebelumnya dengan sarana yang sudah ada, karena setelah para pemuda-pemuda membaiatnya berbalik menentangnya sehingga terjadi peperangan sampai beberapa kali sampai dengan istri Nabi sendiri. Jadi Khalifah Ali lebih memikirkan masalah keamanan, ketertiban, ketentraman dalam segala  kegiatan kehidupan untuk mempersatukan ummat Islam kembali walaupun tidak sempat diraih oleh Ali.
Masalah yang harus ia hadapi dalam pemerintahanya bukanya masalah pendidikan tapi masalah perang seperti perang saudara yang terjadi antara sesama ummat Islam yang disebabkan kaum Anshar menginginkan agar Khalifah dipilih dari kalangan mereka, sedangkan Ali mengatakan pendapatnya bahwa dia telah dipilih menjadi Khalifah, jadi dialah yang berhak menjadi khalifah yang mendapat dukungan dari beberapa sahabat Rasul seperti Abu Zar Al Ghifari.
Dalam pemerintahan ini kemudian muncullah Ibn Saba’ yang bermaksud untuk menghancurkan Islam dari dalam yang mengatakan paham Wishoyah  yaitu bahwa Nabi telah berwasiat  kepada Ali untuk menjadi Khalifah setelah beliau wafat. Dan Ibn Saba’ juga telah mempropagandakan Hak ilahi pada masa Khalifah Umar.
Kemudian Ibn Saba’ membuat hadits palsu demi memperkuat ide-idenya dengan mengembalikan hak Ali sebagai khalifah. Oleh karena itu Ali membuangnya ke Madinah, dan kawan-kawan Ibn Saba’ mengatakan bahwa Ali adalah Tuhan, lalu Ali menghukum mati mereka, akan tetapi bukanya menghilangkan faham mereka, tetapi semakin berkembang sampai sekarang ini.
Kemudian setelah Ali wafat ia digantikan anaknya bernama Hasan atau Imam kemudian dilanjutkan oleh Husein anaknya juga, jadi keturunan yang seperti inilah yang mereka jadikan faham Imamah yang kemudian mereka kembangkan atau disebut dengan kaum Syiah.
Setelah berlalu perang saudara kemudian terjadi lagi perang Jamal pada awal jabatanya yang dilakukan oleh Aisyah istri Nabi sendiri beserta Talhah dan Abdullah ibn Zubair dalam ambisi menduduki jabatan sebagai khalifah, disebut perang Jamal karena pada saat itu Aisyah menggunakan kendaraan unta. Kemudian terjadi lagi perang Siffin, yaitu perang yang terjadi antara Muawiyah dan Ali. Kaum pemberontak disebut dengan kaum Khawarij yang ajaranya muncul setelah wafatnya Ali. Dan golongan dari Ali disebut kaum Syiah yaitu yang lebih mementingkan faham dan ide-idenya tentang pribadi Ali dan kekhalifahanya, keimanan dan imamah dari keturunanya.
Inilah yang terjadi pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Meskipun dalam pemerintahanya Ali bin Abi Thalib tidak ada terjadi perubahan pendidikan ia tetap menggambarkan kehidupannya yang sebenarnya dengan mengajarkan kepedulian sosial dalam kehidupanya. Ia hanya memakai 2 pakaian lusah dan 2 potong roti kering, ia samakan dirinya dengan rakyatnya, dan ia mengatakan sayangilah rakyatmu dan apabila kamu memerintah rakyatmu pakailah hatimu, tangan dan lisan, dan kendalikanlah hawa nafsumu kepada rakyatmu baik itu sifat marahmu, hendaklah hatimu merasa sayang kepada rakyatmu, cinta dan lemah lembutlah kepada rakyatmu, dan jangan kamu seperti binatang buas yang menganggap rakyatnya sebagai mangsa dan makananya.
    Demikianlah masa kehidupan pendidikan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, pendidikan yang masih berjalan seperti apa yang telah berlaku sebelumnya baik itu sarananya yang sudah ada sebelumnya hanya saja motivasi dan dasar falsafah pendidikan baru yang muncul yang tidak ada pada zaman Rasulullah SAW. yang dibina oleh kaum Syiah dan kaum Khawarij, yang akan mengakibatkan bermacam-macamnya faham yang menjadi dasar dan landasan cara berfikir lebih lanjut yang akan memberikan kesempatan untuk mencerai-beraikan ummat dimasa-masa yang akan datang.
    Jadi adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa’ Al-Rasyidin adalah :
1.    Mekkah. Yang Guru pertamanya di Mekkah adalah Muaz bin Jabal yang mengajarkan al-Qur’an dan fiqih.
2.    Madinah, Sahabat yang terkenal  di Madinah antara lain: Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya yang mengajarkan membaca dan menulis dan lain-lain.
3.    Basrah. Sahabat yang termasyhur di Basrah antara lain: Abu Musa al-Asy’ary, dia adalah seorang Ali fiqih dan al-Qur’an.
4.    Kuffah, Sahabat-sahabat yang termasyhur di Kuffah adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mengajarkan al-Qur’an, ia adalah ahli tafsir, Hadits, dan fiqih.
5.    Damsyik (Damaskus/Syam), Setelah Syam menjadi bagian negara Islam dan penduduknya banyak beragama Islam. Maka khalifah Umar mengirim tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirim itu adalah Mu’az bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda’. Ketiga sahabat ini mengajar di Syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik, Muaz bin Jabal di Palestina, dan Ubaidah di Hims/Mesir.
6.    Mesir, Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli Hadits.
Inilah pusat-pusat pendidikan ilmu agama pada masa Khulafa’ Al Rasyidin dengan berbagai sahabat-sahabat yang dikirim dengan keahliannya masing-masing.

BAB III
PENUTUP
1.    Kesimpulan
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, pendidikan Islam dilanjutkan oleh sahabat-sahabat Nabi yang disebut dengan Khulafa’ Al-Rasyidin yaitu pemimpin Ummat Islam yang telah mendapat petunjuk dari Allah SWT. Untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam mengembangkan ajaran Islam dan pendidikan Agama Islam. Mereka berjuang terus dalam mengembangkan pendidikan Islam menjadi lebih maju, berbagai cara mereka lakukan walaupun mempunyai rintangan yang berat mulai dari difitnah, menghadapi peperangan sampai mereka terbunuh.
Pola pendidikan pada masa Khulafa’ Al-Rasyidin ini tidak jauh berbeda dengan masa Nabi SAW. pelajaran membaca, menulis dan ajaran-ajaran agama Islam lainya masih ber-sumber pada Al Qur’an dan Al Hadits, tetapi pada masa khalifah Umar sedikit meningkat karena para pengajar sudah digaji yang diambil dari Baitul Mal, dan pada masa Khalifah Utsman pendidikan sudah tidak terpusat lagi di Madinah saja, para pengajar sudah diper-bolehkan memilih tempat yang disukai dan mengembangkan keilmuanya di daerah tersebut. Pada masa Khalifah Ali tidak ada perkembangan pendidikan karena saat ini Ali terfokus kepada pemberontakan yang ada.
2.    Saran
Sebagai Mahasiswa atau generasi muda seharusnyalah kita menyadari bagaimana susahnya para khalifah-khalifah terdahulu dalam mengembangkan pendidikan agama Islam dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya, untuk itu kita harus mempertahankan perjuangan khalifah-khalifah dahulu dengan mempertahankan pendidikan agama Islam dan pendidikan-pendidikan lain, karena kita sekarang sudah ada dalam dunia global, tidak mungkin kita cegah. Oleh karena itu kita hanya bersandar kepada Al Qur’an dan Al Hadits yang telah dibukukan pada masa khalifah-khalifah dahulu.

DAFTAR PUSTAKA
Shaqar, Abdul Badi’. 1970. Kepemimpinan Islam. Surabaya : Pustaka Progressif. Cet II.
Prof. Dr. Langgulung Hasan. Pendidikan Islam.1/3 Jakarta : Pustaka Al Husna.
Dr. Fahmi, Asma Hasan. 1979. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang. Cet I.
Drs. Dalimunthe, Fakhrur Rozy. Sejarah Pendidikan Islam. Medan : Rimbow Medan. Cet I. 1986M-1406H.
M. Ag. Suwendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Drs. H. Soekarno, Drs. Supardi, Ahmad. 1983. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung.
Id.wikipedia.org/wiki/Khulafaur_Rasyidin. Didownload 18 maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar