Jumat, 07 Juni 2013

FILSAFAT

VALIDITAS ILMU PENGETAHUAN
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi seseorang  belum tentu benar bagi orang lain. Setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan  itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang  alam fisik. Alam fisikpun memiliki perbedaan ukurankebenaran bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan.
a.    Teori korespondensi
Tokoh utamanya adalah Bertrand Russel ( 1872 – 1970). Bagi penganut teori korespondensi ini, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi ( berhubungan ) dengan obyek yang dituju  oleh pernyataan tersebut.
Dengan kata lain, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity objective reality ).  Kebenaran adalah persesuaian  antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan dan situasi yang dipertimbangkan itu berusaha untuk melukiskan. Kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberritaan yang dilakukan tenteng sesuatu.
b.    Teori koherensi
Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria kebenaran tentang konsistensi dalam argumentasi. Sekiranya terdapat konsistensi dalam alur berfikir, maka kesimpulan yang ditariknya adalah benar. Sebaliknya jika terdapat argumentasi yang bersifat tidak nkonsisten, maka kesimpulan yang ditariknya adlah salah. Landasan koherensi inilah yang dipakai sebagai dasar kegiatan ilmuan untuk menyusun pengetahuan yang konsisten dan bersifat sistematis.
Bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati”adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “ si polan adlah seorang manusia dan si polan pasti akan mati”adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
c.    Teori pergmatis
Teori ini dicetuskan oleh Charlas.S. Peirce (1839 – 1914 ) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How To Make Our Ideas Clear. “ kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan pereaktia dalam kehidupan manusia.
Jadi, bila suatu teori keilmuan secara fungsional mampu menjelaskan, mengamalkan dan mengontrol suatu gejala tertentu, maka secara prakmatis teorin tersebutg benar. Sekiranya dalam kurun waktu yang berlainan muncul teori lain yang lebih fungsional, maka kebenaran itu teralihkan kepada teori bsru tersebut.
d.    Agama sebagai teori kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan mausia, baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Sesuatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Oleh karena itu, sangat wajar ketiak imam Al-Ghazali merasa tidak puas dengan penemuan- penemuan akalnya dalam mencari suatu kebenaran. Akhirnya Al-Ghazali sampai paaada kebenaran yang kemudian dalam tasawuf setelah ia mengalami peroses yamg amat panjang dan berbelit- belit. Tasawuflah yang menghilangkan tentang keragu-raguan tentang segala sesuatu. Kebenaran menurut agama ini adalah agama inilah yang dianggap oleh kaum sufi sebagai kebenaran mutlak; yaitu kebenaran yang sudah tidak dapat diganggu gugat lagi.
Dengan demikian ilmu dalam perspektif filsafat pendidikan islam berdasarkan intelag ( hati nurani, Akal subyektif,) yang mengarahkan rasio ( akal obyektif) kepada pembentukan ilmu yang berdasarkan pada kesadaran dan keimanan kepada allah, karena kebenaran alllah adalah mutlak. Kebenaran ilmu seperti ilmu-ilmu sosial adalah relatif, karena pada diri manusia berlaku sunnatullloh yang sering di langggar manusia itu sendiri. oleh sebab itu, kebenarannyapun harus diuji secara terusmaneru, sementara ilmu-ilmu kealaman (Natural Sciences) sepenuhnya mematuhi sunnatullah tersebut. Dan oleh karena itu ilmu-ilmu kealaman mengalami kemajuan lebih pesat daripada ilmu-ilmu sosial.
KLASIFIKASI / PEMBIDANGAN ILMU PENGETAHUAN
Klasifikasi ilmu di suatu sisi memperlihatkan perkembangan ilmu sampai dengan masa pembuatannya, disisi lain mencerminkan konsep pembuatannya sendiri yang hidup dalam konteks budaya tertentu tentang hakikat ilmu. Ini, berlaku baik dalam klasifikasi yang berbasis ontologi( berdasarkan objek ilmu), maupun epistemologis ( berdasarkan sumber dan metode pencapaian ilmu ), dan aksiologis fungsionalis (berdasarkan fungsi dan ilmu ).
Klasifikasi ilmu yng disusun Al-Farabi dengan sub-sub bagian tertentu memiliki saran-saran :
1.    Klasifikasi itu dimaksudkan sebagi petunjuk umum ke arah berbagai ilmu, sedemikian rupa hingga para pengkaji hanya mempelajari subjek-subjek yang benar-benar membawa manfaat bagi dirinya.
2.    Klasifikasi tersebut memungkinkan seseorang belajar tentang hierarki ilmu.
3.    Berbagai bagian dan sub bagiannyamemberikan sarana yang bermanfaatdalam menentukan sejauh mana spesialisasi dapat ditentukan secara sah.
4.    Klasifikasi itu menginformasikan kepada pengkaji tentang apa yang seharusnya dipelajari seseorang dapat mengkeleim diri ahli dalam suatu ilmu tertentu

Keterbatasan ilmu pengetahuan, kemuliaan tanggungjawab untuk mencarinya, dan keterbatasan hidup manusia merupakan tiga realitas yang dipelajari ummat islam dari al-qu’ran yang secara alami selalu memotivasi kalangan sarjana-sarjana muslim untuk membagi dan mengklasifikasikan atau mengkategorikan ilmu pengetahuan. Hasrat akan ketepatan dan keteraturan merupakan karakteristik teradisi intelektual islam, sebagaimana yng telah dilakukan oleh kalanga filosof-filosof muslim terdahulu.
Pandangan kontemporer Al-Atlas memberikan argumentasi bahwa kemunculan klasifikasi ilmu pengetahuan dalam islam beberapa kategori umum bergantung pada berbagai pertimbangan. Menurut beliau antara lain : 1. Berdasarkan metod mempelajarings. 2. Berdasrakan pengalaman empiris dan akal.
Di tinjau dari sudut epistemologis Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmunya kepada dua macam : syr’iyah adalah ilmu –ilmu yang di ambil secara taklid dari nabi dengan mempelajari dan memahami al-qur’an dan hadis, dan takdapat  diperoleh dengan akal semata. Ilmu-ilmu aqliyah ( rasional) adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dengan akal, dalam arti bukan dengan takllid. Ilmu ini terbagi dua :dharuriyah dan mukthasabah yakni ilmu yang diperoleh dengan belajar dan pembuktian – penyipulan.

INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN
Perintah Allah SWT pertama kepada Nabi Muhammad SAW, yaitun perintah iqro’ atau membacahal ini menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa membaca perintah-perintah Allah di dalam al-qur’an sebagai kitab suci di dalam alam semesta sebagai kitab besar ciptaannya. Itulah sebabnya, peradaban islam merupakan peradaban pertama yang mengintegrasikan empiritas pada kehidupan keilmuan dan keagamaan secara terpaud.
Ilmu yang sesungguhnya adlah hasil dari kegiatan observasi, eksperimen dan kerja rasio pada satu sisi dipisahkan dari agama (islam). Integrasi ilmu pengetahuan tidak mungkin ytercapai hanya dengan mengumpulkan dua himpunan keilmuan yang memmpunyai basis teoritis yang berbeda ( sekuler dan religius ). Sebaliknya integrasi ini harus diupayakn hingga tingkat epistimologis. Menggabungkan dua himpunan dua ilmu yang berbeda, sekuler dan religius.
Untuk mencapai tingkat integrasi epistemolohis maka integrasi harus diusahakan pada beberapa aspek, yaitu : integrasi ontologisi, integrasi klasifikasi ilmu dan integrasi metodologis.
1.    Integrasi ontologis adalah mengidentifikasi materi-subjek yang akan dijadikan sasaran ( objej) penelitian ilmu-ilmu yang dikandungnya.
2.    Integrasi klasifikasi ilmu. Para filosof muslim seperti Al-Farabi membangun klasifikasi ilmu berdasarkan tiga pengelompokan utama ilmu , yaitu (a). metafisika, yang berhubungan dengan wujud dan sifat-sifatnya, yang mengklasifikasikan jenis wujud dan yang berhubungan dengan wujud yang bukan merupakan benda. (b). Matematika, terdiri dari : aritmatika, geometri, astronomi, musik, optika, ilmu tentang gaya dan alat-alat mekanik. (c). Ilmu-ilmu alam, yang menyelidikibenda-benda alami dan akside-aksiden di dalamnya, dibagi menjadi minerologi , botani dan zoologi.
3.    Integrasi metodologis. Metode ilmiah yang di kembangkan oleh para pemikir muslim berbeda secara signufikan dengan metode ilmiah yang di kembangkan para pemikir barat yang hanya menggunakan satu macam metode ilmiah, yaitu metode observasi. Sementara para pemikir muslim menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atauu hirarki objek-objekny, yaitu metode observasi ( tajribi). Metode logis atau demonstratif (burhani)dan metode intuitif (irfani) yang masing-masing bersumber pada indra, akal, dan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar